Steve Jobs dan Jokowi Pic: istimewa
Apa persamaan kepemimpinan Steve Jobs dan Jokowi? Meski dalam konteks kepemimpinan yang jauh berbeda, yaitu: Jobs menjadi sosok pemimpin korporasi dan Jokowi menjadi sosok pemimpin birokrasi, namun keduanya secara kasat mata merupakan kelompok pemimpin yang eksentrik. Eksentrik adalah suatu penampilan lain dari pada yang lain atau bisa juga menjadi ciri khas seseorang agar terlihat beda, unik bahkan terlihat nyeleneh.
Ke-eksentrikan Jobs sudah menjadi semacam legenda bagi sosok seorang pemimpin. Penampilan kaos Turtleneck lengan panjang warna hitam, jeans biru dan sepatu sneaker merupakan kostum wajib dalam setiap penampilan presentasi memperkenal produk-produk baru Apple. Kostum wajib dan orasi Jobs sudah menjadi semacam mantra sakti yang mampu menghipnotis para penggila ganged di seluruh dunia. Dan sudah menjadi tradisi Apple mania, setelah penghembusan rapal mantra Jobs dalam sebuah presentasi, maka diikuti oleh obesesi untuk mendapatkan produk baru Apple lewat tradisi mengantri semalaman untuk menunggu toko Apple buka dan mendapatkan produk Apple baru yang pertama kali.
Itulah sosok tampilan luar eksentrik Jobs dengan kaos Turtleneck lengan panjang warna hitam, jeans biru dan sepatu sneaker. Disamping tampilan luar Jobs yang eksentrik, sosok Jobs juga memiliki gaya kepemimpinan terkenal otoriter, tidak konformis dan cenderung arogan. Maka tak aneh kalau banyak pengidola dan pemuja Jobs yang mencontek atau meng-copas (copy paste) tampilan luar nyentrik dan mencontoh gaya otoriter dan arogan. Mereka sebenarnya hanya ingin mencari perhatian dan dipersepsikan ingin disamakan dengan idolanya, padahal sesungguhnya mereka malah semakin menjauhi dengan sosok sang idola Jobs atau bahkan terbutakan oleh tampilan luar sang idola.
Padahal sesungguhnya ada dua hal penting dan substansial yang luput dari para pengekor sang idola Jobs. Pertama, dibalik gaya kepemimpinan eksentrik Jobs tersimpan sikap yang persisten dan tidak konfomis. Gaya otoriter dan arogan yang tampak dari luar, sesungguhnya cermin dari softskills sikap persisten dan tidak konformis terhadap berbagai penyimpangan, kesalahan atapun kegagalan. Artinya lewat dua sikap persisten dan tidak konformis maka mampu menelorkan sebuah produk yang ideal dan nyaris sempurna, serta mengungguli para pesaingnya. Inilah puncak dari serangkaian proses inovasi, maka Jobs terkenal dengan sebutan sebagai Dewa Inovasi.
Kedua, tampilan luar Jobs yang arogan sesungguhnya merupakan cermin dari softskills pribadi yang rendah hati dan sederhana. Konteks rendah hati Jobs bisa dimaknai sebagai sosok pemimpin yang memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyimak(listening). Menurut Dr Otto C. Scharmer, seorang Dosen Senior di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan merupakan pendiri Institute Presencing, bahwa seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menguasai teknik-tekniklistening. Ada paling tidak empat metode untuk menyimak, yaitu: downloading, factual listening, empathic listening dan puncaknya generative listening.
Empat metode untuk menyimak tersebut merupakan sebuah hirarki dari yang paling umum dan mudah downloading sampai puncaknya yang paling spesial dan susahgenerative listening. Secara garis besar empat metode tersebut dapat kita kelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu: self centric dan other centric.Kelompok self centric meliputi metode downloading merupakan kemampuan menyimak yang bersumber dari referensi dari diri sendiri, dan metode factual listeningmerupakan kemampuan menyimak yang bersumber dari fakta diluar diri namun masih menggunakan perspektif atau kacamata diri sendiri.
Sementara kelompok other centric meliputi metode empathic listening yang merupakan kemampuan menyimak fakta di luar diri dengan menggunakan perspektif atau kacamata dari nara sumber. Dan puncaknya generative listening merupakan puncak dari kemampuan dalam menyimak dari semua fakta yang ada dari multi nara sumber dan lingkungan. Kemampuan tersebut sekaligus dapat memproyeksikan untuk masa depan yang lebih baik lewat berbagai visi, strategi, aksi maupun dalam bentuk berbagai barang dan jasa, sehingga dapat membawa kita pada tingkat peradaban yang lebih tinggi.
Kembali pada tema awal tulisan ini, bahwa ada kesamaan tampilan luar antara Jobs dan Jokowi, yaitu sama-sama eksentrik. Bedanya kalau sikap eksentrik Jobs banyak ditafsirkan sebagai tampilan yang terkenal otoriter, tidak konformis dan cenderung arogan. Sebaliknya Jokowi mempunyai sikap eksentrik dengan banyak ditafsirkan sebagai tampilan yang terkenal sederhana, tidak birokratis dan rendah hati. Tafsiran publik kadang luput dalam membedah sikap eksentrik seorang pemimpin. Maka tingkatan metode untuk menyimak ala Scharmer menjadi salah satu barometer yang lebih presisi, bahwa sosok seorang pemimpin yang ideal itu bisa dipastikan masuk dalam kelompok other centric, dan mempunyai kemampuan empathic listening dangenerative listening.
Sikap eksentrik Jobs dan Jokowi merupakan tampilan eksentrik tulen atau genuine yang tidak dibuat-buat dan bukan hanya sekedar mencari sensasi popularitas sesaat. Sikap eksentrik mereka lebih merupakan cermin rasa percaya diri yang besar dalam memegang prinsip serta merupakan cermin kemampuan empathic listening dangenerative listening.
sumber :http://sosbud.kompasiana.com/2012/11/01/steve-jokowi-jobs-pemimpin-eksentrik-tulen-499814.html